Negara-negara Ini Pilih Anaknya Belajar Bahasa China Daripada Bahasa Sendiri, Mengapa?

China jadi pilihan negara-negara ini untuk mengentaskan pendidikan anak-anak, sehingga belajar bahasa China menjadi penting.

Jika dahulu para orang tua di Asia Tengah mengirim anak-anak mereka ke Moskow atau St Petersburg untuk pendidikan tinggi, kini keadaan sudah berubah.

Kini, beberapa dari mereka mengirim anak-anak mereka ke China.

China telah menjadi tujuan yang terus meningkat popularitasnya untuk para murid-murid di Asia Tengah setelah Rusia.

Artinya, murid-murid Kazakhstan dan Tajikistan yang dididik China saat karirnya berkembang, akan membentuk elemen baru dari diplomasi China dalam sumber daya negara-negara Asia Tengah yang kaya.

Memang, beberapa pemimpin didikan China di Asia Tengah telah mencapai puncak kekuatan politik.

Presiden Kazakhstan, Kassym-Jomart Tokayev mahir berbahasa Mandarin setelah belajar di China.

Kemudian mantan wakil perdana menteri Dariga Nazarbayev, anak tertua dari Presiden Kazakhstan pertama Nursultan Nazarbayev, mendorong pembelajaran China, berargumen jika hubungan erat dengan China adalah takdir Kazakhstan.

Selain pendidikan, Presiden Kyrgyzstan, Sadyr Japarov, yang kekuasaannya dilaporkan didukung oleh kepentingan bisnis China, memiliki hubungan dari China sebelum masa kepresidenannya.

Orang tuanya hidup di China dalam pengasingan berpuluh-puluh tahun selama kepemimpinan Stalin.

Mengutip Lowy Institute, kucuran duit besar-besaran dari Beijing adalah yang mendorong beralihnya murid-murid Asia Tengah dari Moskow ke Beijing.

Pada pidatonya tahun 2013 tentang Kazakhstan, Presiden China Xi Jinping mengusulkan rencana pendidikan 10 tahun untuk anggota Shanghai Cooperation Organisation, yang 4 di antaranya adalah negara-negara Asia Tengah.

Janji itu adalah untuk 30 ribu beasiswa pemerintah untuk belajar di China, tambahan untuk 10 ribu tempat-tempat bagi para guru dan murid Confucius Institute.

Tahun 2016, ada lebih dari 22 ribu murid dari Kazakhstan, Kyrgyzstan, Tajikistan dan Uzbekistan belajar di China.

Sementara kurang lebih sepertiga dari warga Kazaks belajar di China menggunakan beasiswa pemerintah China, sisanya membayar sendiri.

Banyak murid-murid Kazaks yang memperpanjang program bahasa China atau budaya dan meluas ke bidang ekonomi serta industri.

Meningkatnya nilai universitas China adalah salah satu penyebab meningkatnya perubahan ini, sementara institusi-institusi Rusia mengalami penurunan kualitas karena kurangnya sumber daya dan investasi.

Presiden Rusia, Vladimir Putin, berencana melihat lima universitas Rusia bergerak masuk ke dalam peringkat 100 universitas di dunia.

Rencana itu gagal, sedangkan 6 universitas China telah mencapai tujuan ini.

Tidak hanya itu, sikap Rusia terhadap murid-murid luar negeri juga dikabarkan menjadi penyebab utama yang menjauhkan murid-murid Asia.

Tidak asing lagi cerita mengenai murid-murid dan mahasiswa dari Asia Tengah diperlakukan dengan kasar.

Sedangkan untuk perbandingannya, murid asing mendapatkan perlakuan setara atau lebih di sistem pendidikan China, yang menjadi masalah bagi murid-murid lokal.

Laporan Asia Tengah menunjukkan isu-isu terkait keamanan pribadi, animo rasisme, xenofobia atau nasionalisme untuk murid-murid Asia Tengah di China terbilang jarang, walaupun kritik terhadap perlakuan mereka atas minoritas Muslim di Xinjiang.

Peneliti telah temukan dalam survei jika mahasiswa dari Asia Tengah melaporkan kesadaran pengaruh Beijing yang melampaui Moskow, dengan mayoritas pandangan jika China menciptakan lebih banyak pendapatan daripada kerusakan di Asia Tengah.

Niva Yau, peneliti di Bishkek, berargumen jika Beijing mengenali “promosi bahasa China adalah cara paling efektif mendukung suara China di hubungan internasional.

Di Kyrgyzstan, beberapa sekolah bahkan menawarkan kelas bahasa China gratis untuk kelas 5 dan Yau temukan banyak murid sekolah terbujuk oleh gambaran positif China.

Penelitian juga menunjukkan diplomasi pendidikan China lebih diarahkan kepada para tokoh elit di masa depan daripada seluruh rakyat.

Selama 2 tahun terakhir, protes rutin melawan “ekspansi China” telah menarget para tokoh elit lokal di Asia Tengah karena telah terlalu percaya pada China.

Walaupun begitu, reflek mengenai sikap negatif terhadap Beijing masih dalam perdebatan.

Namun untuk alasan apapun, banyak murid-murid yang awalnya sudah menggunakan Rusia sebagai bahasa kedua, kini mulai memusatkan pendidikan di China dengan pemikiran hal itu bisa membawa prospek lebih besar untuk masa depan.

Leave a Comment

Your email address will not be published.

Scroll to Top