Anti Hoaks

Hampir setiap orang di seluruh dunia, saat ini tersambung dengan media sosial. Milyaran informasi yang beredar, juga sangat cepat sampai ke pikiran manusia. Namun ada yang mampu mencernanya adapula yang tidak. Ada yang menjadi peluang, ada juga yang hanya jadi sampah. Bahkan ada yang mengakibatkan kerusuhan, berkembangnya kebencian dan perilaku kriminal lainnya.

Informasi palsu (hoaks) itu seperti makanan beracun. Lalu mengapa begitu banyak orang menelan dan bahkan meresponnya? Coba saja amati kolom komentar yang ada di media sosial. Begitu banyak kita lihat komentar-komentar yang tidak relevan dengan informasi yang dibahas. Lebih parah lagi, bahkan banyak yang berpendapat, tanpa membaca isi dari informasi tersebut terlebih dahulu. Di grup-grup tertentu, bahkan dengan mudah orang-orang membagikan informasi yang diterima, tanpa membaca dan juga tanpa bernalar terlebih dahulu, apakah informasi tersebut benar atau tidak, juga tanpa berpikir efek negatif dari berita palsu yang disebarkan. Orang-orang juga cenderung senang mengkonsumsi informasi yang mereka ingin baca,lihat dan dengar, yang tentunya memuaskan imajinasinya, membela kelompoknya dan sebagainya. Kita bisa melihat do youtube, begitu banyak orang membuat konten yang antara judul dan isinya sama sekali tidak relevan, dan amati juga, sudah dilihat dan disukai berapa banyak. Luar biasa kan, begitu parah perilaku sebagian orang di media sosial, sungguh tanpa logika sama sekali.

Pertanyaannya adalah, bukankah para pengguna media sosial tersebut juga sekolah? Tetapi mengapa sulit memahami dan menganalisa informasi. Indonesia menempati urutan bawah tentang literasi baca dan matematika berdasarkan ranking PISA(programme for International Student Assesment) , sejajar dengan negara-negara yang secara ekonomi memang terbelakang, seperti kosovo, republik dominika dan philipina. Jadi para siswa di Indonesia, memiliki kemampuan literasi yang sangat rendah, ada di peringkat 70, atau no 6 dari bawah. Bahkan untuk minat baca, indonesia menempati urutan no. 60 dari 61 negara. Jadi wajar ya, kalau kemudian banyak orang indonesia yang berkomentar tidak nyambung, kasar dan hobi menyebarkan informasi palsu.

Lalu bagaimana cara mengatasi rendahnya kemampuan literasi anak-anak kita. Sebenarnya pendidikan kita sudah mengajarkan literasi dengan baik. Misalnya anak-anak di sekolah dasar, diajarkan membaca suatu cerita, kemudian diminta merangkum dan menceritakan kembali cerita tersebut dengan sudut pandang masing-masing siswa. Itu cara belajar literasi dasar membaca dan menulis. Juga diajarkan bernalar dalam mata pelajaran matematika, diberikan soal cerita dan diminta memformulasikan dan menghitung sesuatu berdasarkan soal cerita tadi. Hanya saja mungkin, kemampuan tersebut tidak dicatat dan dianalisa untuk setiap siswanya, misalnya siswa-siswa yang tidak mampu menceritakan kembali sebuah cerita, maka akan diberi tugas mencari sumber cerita/bacaan lainnya, dan kemudian diminta menceritakan kembali. Juga kurangnya usaha-usaha meningkatkan minat baca untuk para siswa. Di perpustakaan sekolah, lebih banyak koleksi buku pelajaran daripada buku-buku cerita. Komik dan cerita fiksi seringkali dianggap tidak penting, karena tidak serius. Komik dan fiksi bisa digunakan untuk meningkatkan minat baca sampai para siswa mencari sendiri bacaan apa yang dia inginkan. Bagi para orang tua, sebaiknya juga menyediakan banyak buku-buku yang menarik dan lucu-lucu bagi anak-anaknya. Sehingga anak-anak memiliki lebih banyak sumber bacaan di lingkungan hidupnya. Ayo, mulailah membaca.

Leave a Comment

Your email address will not be published.

Scroll to Top